Penetapan Harga oleh Korporasi Menciptakan Monopoli
Selasa, 01 Juli 2008
Jakarta, Kompas - Pemerintah diingatkan untuk segera memperjelas tata niaga elpiji. Elpiji yang sudah menjadi komoditas yang menguasai hajat hidup orang banyak selayaknya diatur sebagaimana bahan bakar minyak. Harga elpiji yang selama ini ditetapkan oleh Pertamina memunculkan monopoli.
"Seharusnya, elpiji yang mengatur adalah pemerintah, bukan korporasi. Apalagi dengan adanya program konversi minyak tanah ke elpiji seperti sekarang, pemakaiannya sudah sedemikian luas," ujar Ketua Komisi VII DPR Airlangga Hartarto, Senin (30/6).
Terhitung mulai 1 Juli, PT Pertamina akan menaikkan harga elpiji kemasan 12 kilogram dari Rp 4.250 per kilogram (kg) menjadi Rp 5.250 per kg. Dengan kenaikan 23 persen itu, harga elpiji tabung 12 kg naik dari Rp 53.000 per tabung menjadi Rp 63.000 per tabung. Harga tersebut berlaku untuk agen dalam radius 60 kilometer dari instalasi pengisian elpiji Pertamina. Di luar jangkauan itu, agen dibolehkan menambah biaya angkutan sesuai aturan Menteri Perhubungan.
Alasan kenaikan itu, antara lain, karena harga jual elpiji saat ini semakin jauh dari harga di pasar internasional. Harga kontrak Aramco—perusahaan minyak Arab Saudi yang menjadi patokan harga elpiji—saat ini sekitar Rp 10.140 per kg. Meskipun sekitar 80 persen elpiji diolah di kilang Pertamina, harga internasional masih menjadi acuan. Pertamina mengklaim dengan kenaikan 23 persen pun, perseroan masih menyubsidi Rp 4.900 per kg.
Peluang monopoli
Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Tadjudin Noer Said, menilai ketidaktegasan pemerintah atas tata niaga elpiji menciptakan peluang monopoli. "KPPU melihat penetapan harga elpiji yang dikeluarkan oleh korporat itu mengganggu persaingan usaha," katanya.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Husna Zahir mengatakan, kenaikan harga elpiji tidak menjamin konsumen bisa memperoleh barang dengan harga wajar. Tanpa kejelasan tata niaga, kenaikan harga elpiji 12 kg akan menciptakan disparitas yang semakin lebar dengan elpiji kemasan 3 kg. "Orang akan terdorong beralih ke elpiji 3 kg yang harganya lebih murah. Meskipun barang subsidi, elpiji kemasan 3 kg diperjualbelikan dengan bebas," kata Husna.
Berdasarkan pantauan Kompas, menjelang kenaikan harga elpiji, agen gas sempat mengalami kesulitan pasokan. Selain itu, ada kecenderungan peningkatan permintaan gas oleh masyarakat. Lanny, pemilik agen gas Sumber Rezeki di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, mengatakan, truk pengangkut harus antre lama di Depo Tanjung Priok. Akibatnya, sekitar 700 tabung kosong miliknya menumpuk.
Alip Susilo, pemilik agen gas Sinar Abadi di Warung Buncit, Jakarta Selatan, mengatakan, ada kecenderungan permintaan meningkat 15-20 persen. Konsumen sengaja mengisi semua tabung elpijinya, termasuk tabung cadangan. (DOT/SF)
Sumber : Kompas